BANDUNG, (PRLM).- Dalam kacamata pembimbing KBI
H Qiblat Darul Hikam, H. Adam Anhari, masih banyak jemaah haji Indonesia yang beranggapan mengetahui Bahasa Arab bukanlah hal penting. “Apalagi sebagian besar jemaah haji Indonesia berusia di atas 40 tahun sehingga sangat susah kalau diajarkan Bahasa Arab. Tak banyak calon haji yang menguasai bahasa Arab, terutama bagi jemaah yang baru pertama kali bepergian ke luar negeri,” kata H. Adam di kantornya Jln. Taman Cibeunying Selatan 15 Bandung, Rabu (25/9/2013).
Namun, akibat tidak memahami Bahasa Arab sehingga tak heran ketika sampai di Tanah Suci jemaah haji kebingungan menghadapi sejumlah situasi. “Terutama ketika bergaul dengan penduduk setempat dan jemaah mancanegara. Bisa juga ketika perlu sesuatu misalnya ke jamban atau toilet yang membutuhkan kemampuan berbahasa Arab,” ujarnya.
Seharusnya calon haji dibekali pengetahuan mengenai situasi dan kondisi Tanah Suci, termasuk bahasa percakapan. “Soalnya, jemaah akan berada di sana selama 40 hari. Bahkan, ibadah haji bisa dijadikan wahana untuk mempelajari Bahasa Arab lalu mempraktikkannya secara langsung,” ucapnya.
Meski jemaah tidak terlalu sering berinteraksi dengan orang Mekah, namun kadang-kadang berlaku situasi tertentu yang mengharuskan jemaah berinteraksi dengan penduduk setempat seperti ketika hendak membeli berbagai jenis kebutuhan. “Setidaknya beberapa kosakata bahasa Arab yang dikuasai akan sangat membantu. Seperti kam? (berapa), Ila aina (kemana), dan lain-lain,” tuturnya.
Tidak ada ruginya jemaah haji berbekal beberapa kosakata Arab tentang kebutuhan sehari-hari, seperti beras, gula dan garam. “Jemaah pun alangkah lebih baik lagi bila mengerti kosakata Arab tentang jalan, angka, arah angin maupun lambang-lambang atau tanda-tanda yang terpampang di sekitar Masjidilharam dan masjid Nabawi,” katanya. (A-71/A-147)***
ليست هناك تعليقات:
إرسال تعليق